Senin, 22 Desember 2014

tugas hukum hak tanggungan


OLEH: ARTHA DIANA PUTRI
HAK TANGGUNGAN

Pengertian Hak Tanggungan
Hak tanggungan adalah bentuk hak jaminan atas tanah berikut benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.
Hak tanggungan ini memberikan hak preference kepada kreditor tersebut, artinya kreditur ini mempunyai keutamaan untuk mengeksekusi jaminan dimaksud terlebih dahulu daripada kreditor lainnya, jika suatu saat debitor wanprestasi.
Hak Tanggungan Hanya Dapat dibebankan Pada Tanah-tanah Hak Primer:
·         Hak Milik
·         Hak Guna Bangunan
·         Hak Guna Usaha
·         Hak Pakai yang punya nilai ekonomis, dan
·         Hak milik atas satuan rumah susun
Ciri dan Sifat Hak Tanggungan
Sebagai jaminan pemenuhan kewajiban debitur kepada Bank, hak tanggungan punya cirri dan sifat khusus.
1.      Hak tanggungan bersifat memberikan Hak Preference (doit de preference) atau kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu daripada kreditur lainnya.
2.      Hak Tanggungan mengikuti tempat benda berada (drait de suit)
3.      Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali telah diperjanjikan sebelumnya.
4.      Hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial
5.      Hak Tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publitas



RAMBU-RAMBU YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH PARA PRAKTISI HUKUM
1.      Jangka berlakunya Akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan Akta Pemberian Hak Tanggungan
2.      Sertifikat yang jangka waktunya akan berakhir, padahal sertifikat tersebut sedang atau akan dibebani dengan hak tanggungan
3.      Mekanisme penjualan tanah dan bangunan yang masih dibebani Hak Tanggungan.
4.      Bagaimana jika nama dalam sertifikat yang dibebani hak tanggungan meninggal dunia?
5.      Dapatkah tanah yang sudah berakhir haknya dibebani hak tanggungan?
Cara Mendaftarkan Hak Tanggungan
Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan pada kantor pertanahan setempat, tempat letak tanah yang tercantum dalam sertifikat tanah dimaksud. Adapun pendaftaran dilakukan dengan cara melampirkan:
1.      Sertifikat asli yang akan dibebani Hak Tanggungan
2.      Salinan berkas (fotocopy) identitas pemberian hak tanggungan dan penerima kuasa
3.      Salinan berkas fotocopy perjanjian kredit atau perjanjian lainnya yang dijadikan dasar untuk Pemberian Hak Tanggungan
4.      Surat kuasa asli intuk mendaftarkan hak tangan
5.      Untuk pendaftaran Hak Tanggungan di Wilayah DKI Jakarta, surat kuasa untuk p[endaftaran Hak Tanggungan ini diminta untuk dilegalisasi atau warmeking oleh notaries yang melaksanakan pendaftaran hak tanggungan.
6.      Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) untuk pendaftaran Hak Tanggungan, besarnya ditetapkan berdasarkan rentang nilai pertatanggungannya, sebagaimana dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010
Eksekusi Hak Tanggungan
1.      Secara sukarela melalui penjualan dibawah tangan
Yang dimaksud dengan penjualan dibawah tangan adalah penjualan atas tanah yang dijadikan sebagai jaminan dan dibebani dengan hak tanggungan oleh kreditor sendiri secara langsung kepada orang atau pihak lain yang berminat.tetapi dibantu juga oleh pemilik tanah dan bangunan dimaksud.
2.      Penjualan jaminan melalui proses Lelang
1)      Lelang Terbuka
Lelang yang dilaksanakan dengan cara: penawaran langsung oleh peserta lelang dengan sistem harga naik-naik.
2)      Lelang tertutup
Lelang yang dilaksanakan dengan cara penawaran para peserta lelang dimasukan kedalam amplop tertutup dan dan diserahkan langsung kepada juru lelang pada saat lelang berlangsung.
HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN
Hak tanggungan yang membebani tanah dan/atau bangunan dapat hapus sebagaimana diatur dalam pasal 18 UUHT, apabila hal-hal sebagai berikut:
v  Utang yang dijamin sudah lunas
v  Hak tanggungan tersebut dilepaskan secara sukarela oleh pemegangnya
v  Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan Penghapusan penetapan peringkat yang telah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negri
v  Hapusnya Hak atas tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan.
v  sumber: http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt51b477c58d6fd/bolehkah-menjual-tanah-yang-dibebani-hak-tanggungan?
v  oleh: bang koprol
v   
v   
v   
v  Bolehkah Menjual Tanah yang Dibebani Hak Tanggungan?
v  ujangg
v  Kategori:Pertanahan & Perumahan
v  Apakah tanah yang dibebani hak tanggungan boleh dijual?
v  Jawaban:
v   
v  Kami kurang mendapat informasi yang jelas dari pertanyaan Anda. Kami berasumsi maksud pertanyaan Anda adalah apakah tanah yang dibebani dengan hak tanggungan boleh dijual oleh si pemilik tanah (pemberi hak tanggungan).
v   
v   
v  Pada dasarnya, hak tanggungan merupakan hak kebendaan, yang mana salah satu ciri hak kebendaan adalah hak tersebut mengikuti bendanya di tangan siapa pun benda tersebut berada (droit de suite). Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”), yang berbunyi:
v   
v   
v  “Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada.”
v   
v   
v  Dalam Penjelasan Pasal 7 UU Hak Tanggungan dikatakan bahwa sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Walaupun obyek Hak Tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitor cidera janji.
v   
v   
v  Ini berarti pada dasarnya tidak menjadi masalah jika hak tanggungan tersebut dijual oleh si pemberi hak tanggungan (pemilik tanah) kepada orang lain, karena hak tanggungan tersebut tetap melekat pada tanah yang dijaminkan (dengan asumsi bahwa hak tanggungan tersebut telah didaftarkan ke Kantor Pertanahan sehingga hak tanggungan tersebut telah lahir).
v   
v   
v  Akan tetapi, pada praktiknya penerima hak tanggungan seringkali memperjanjikan bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan mengalihkan objek hak tanggungan, serta diperjanjikan pula bahwa sertifikat tanah yang dijaminkan akan dipegang oleh penerima hak tanggungan.
v   
v   
v  Janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan mengalihkan objek hak tanggungan dapat dilihat dalam Pasal 11 ayat (2) huruf g UU Hak Tanggungan. J. Satrio dalam bukunya berjudul Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan (Buku 2) (hal. 103), sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa dengan dimuatnya klausula tersebut, pemberi hak tanggungan terikat untuk tidak melakukan tindakan atau mengambil sikap yang bisa mengakibatkan beralihnya pemilikan objek hak tanggungan kepada pihak lain tana persetujuan pemegang hak tanggungan.
v   
v   
v  Sedangkan, janji bahwa penerima hak tanggungan akan memegang sertifikat tanah (Pasal 11 ayat [2] huruf k jo. Pasal 14 ayat [4] UU Hak Tanggungan) akan berakibat bahwa pemberi hak tanggungan (pemilik tanah) tidak dapat menjual tanah yang dijaminkan. Ini karena untuk melakukan jual beli tanah dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ("PPAT"), PPAT akan meminta sertifikat asli atas tanah tersebut (Pasal 39 ayat [1] Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah).
v   
v   
v  Jadi, pada dasarnya pemberi hak tanggungan (pemilik tanah) tetap dapat menjual objek hak tanggungan. Akan tetapi, harus dilihat terlebih dahulu hal-hal apa saja yang diperjanjikan dalam Akta Hak Tanggungan. Selain itu, pada umumnya karena hak tanggungan tetap mengikuti objek hak tanggungan di tangan siapapun tanah tersebut berada, maka jarang ada pembeli yang ingin membeli tanah yang dijaminkan dengan hak tanggungan, kecuali dalam jual beli tersebut diperjanjikan hal-hal guna melindungi kepentingan pembeli.
v   
v   
v  Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
v   
v   
v  Dasar Hukum:
v  1.    Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;
v   
v  2.    Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
v   
v   
v  Referensi:
v   
v  J. Satrio. 1998. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 2. PT Citra Aditya Bakti.
Sumber:
Hukum jaminan perbankan hal 36-71 (buku rekomenmdasi kelas Pak Surajiman: Dosen Fakultas hukum )

tugas hipotek dan gadai


OLEH: ARTHA DIANA PUTRI


HIPOTEK DAN GADAI
1. Gadai :
1.1 Pengertian :
hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang yang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang. Selain itu, memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut terebih dahulu dari kreditur lainnya, terkecuali biaya untuk melelang barang dan biaya yang dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu mesti didahulukan.
1.2 Sifat-sifat gadai :
1. Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
2. Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok untuk menjaga jangan sampai debitor itu lalai membayar hutangnya kembali.
3. Adanya sifat kebendaan.
4. Syarat inbezieztelling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan memberi gadai, atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada pemegang gadai.
5. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
6. Hak preferensi sesuai dengan pasal 1130 dan pasal 1150 KUHP
7. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi artinya sebagian hak gadai tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dengan hutang oleh karena itu gadai tetap melekat atas seluruh benda itu.
1.3 Objek gadai :
Semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa digadaikan, baik benda bergerak berwujud maupun tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang, yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa, atas tunjuk, dan atas koma.

1.4 Hak pemegang gadai :
1. Berhak untuk menjual benda digadaikan atas kekuasaan sendiri
2. Berhak untuk mendapatkan ganti rugi yang berupa biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan benda gadai.
3. Berhak menahan benda gadai sampai ada pelunasan hutangdari debitur.
4. Berhak mempunyai referensi.
5. Berhak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim
6. Atas ijin hakim tetap menguasai benda gadai.

1.5 Kewajiban pemegang gadai :
1. Pasal 1157 ayat 1 KUHP perdata pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya harga barang yang digadaikan yang terjadi atas kelalaiannya.
2. Pasal 1156 KUHP ayat 2 berkewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai jika barang gadai dijual.
3. Pasal 1159 KUHP ayat 1 beranggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai.
4. Kewaijban untuk mengembalikan benda gadai jika debitur melunasi hutangnya.
5. Kewajiban untuk melelang benda gadai.

1.6 Hapusnya gadai :
1. Perjanjian pokok
2. Musnahnya benda gadai
3. Pelaksanaan eksekusi
4. Pemegang gadai telah melepaskan hak gadai secara sukarela
5. Pemegang gadai telah kehilangan kekuasaan atas benda gadai
6. Penyalahgunaan benda gadai.


2. Hipotik
2.1 Pengertian :
Satu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pergantian daripadanya bagi perlunasan suatu perutangan.
2.2 Sifat hipotik :
1. Bersifat accesoir
2. Bersifat zaaksgefolg
3. Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain berdasarkan pasal 1133-1134 KUHP ayat 2
4. Objeknya benda-benda tetap
2.3 Objek hipotik
1. Berdasarkan pasal 509 KUHP, pasal 314 KUHD ayat 4, dan UU no. 12 tahun 1992 tentang pelayaran.
2. UU nomor 15 tahun 1992 tentang penerbangan.
Hipotik Kapal
Posted by: Irma Devita In: Hukum Jaminan | comment : 0
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UUHT”), maka seluruh ketentuan mengenai pembebanan jaminan atas benda-benda tidak bergerak seperti halnya tanah dan kapal yang beratnya lebih dari 20-M3 menggunakan lembaga jaminan berupa hipotik yang diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Oleh karena itu orang lebih mengenal Hipotik dibandingkan Hak Tanggungan. Namun, sejak lahirnya UUHT, maka Hipotik hanya digunakan untuk Kapal yang beratnya di atas 20-M3.

Pada saat ini, untuk pemberian jaminan berupa hipotik atas kapal masih tunduk pada aturan yang diatur dalam Pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Konvensi Internasional tentang Piutang Maritim dan Mortgage 1993 yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden RI No. 44 tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Convention on Maritime Liens and Mortgages, 1993 khususnya pengaturan tentang perubahan pemilik, dan pendaftaran, penyerahan dan subrogasi, pemberitahuan penjualan paksa dan perubahan bendera sementara. Ketiga aturan tersebut gunanya untuk melindungi pemegang Hak Hipotik atas kapal, khususnya yang berlayar antar Negara.

SYARAT AGAR SUATU KAPAL DAPAT DIBEBANI DENGAN HIPOTIK

1. Adanya Hak Kebendaan (pasal 1168 – 1170 dan pasal 1175 KUHPerdata)

yang dimaksud dengan adanya Hak Kebendaan tersebut adalah kapal tersebut sudah ada dan terdaftar sehingga haknya sudah lahir. Contohnya seperti pada kasus Arief tersebut di atas. Kapal-kapal yang masih dalam proses pembangunannya dan belum memiliki Grosse Akta Pendaftaran kapalnya (seperti dalam kasus Budi) belum dapat dibebani dengan Hipotik (pasal 1175 KUHPerdata).

2. Objeknya adalah kapal yang beratnya di atas 20-M3

Untuk kapal yang beratnya di bawah 20-M3 karena bukan merupakan objek Hipotik (pasal 1167 KUHPerdata), maka jika ingin dijaminkan menurut pendapat saya pribadi sebaiknya menggunakan lembaga jaminan lain seperti Jaminan Fidusia yang memang dikhususkan untuk benda-benda bergerak. Namun jika kantor fidusia menolak mendaftarkan jaminan atas kapal yang beratnya di bawah 20-M3 dengan alasan bahwa hal tersebut bertentangan dengan UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia, maka dapat dibuatkan akta Kuasa Menjual yang dibuat di hadapan Notaris (pasal 1172 KUHPerdata) sebagai pengaman bagi pihak Bank. Akta kuasa menjual tersebut juga seharusnya mencantumkan suatu ketentuan bahwa berlakunya akta tersebut apabila debitur sudah wanprestasi atau macet.

3. Kapal tersebut harus yang dibukukan (di daftarkan) di Indonesia.

Hal ini sesuai dengan penjelasan saya pada point 1 di atas. Bahwa kapal tersebut harus sudah terdaftar pada kantor pelabuhan setempat.

4. Diberikan dengan akta autentik (pasal 1171 KUHPerdata)

Sebagaimana halnya dengan pemberian jaminan lainnya, seperti Hak Tanggungan, Gadai, dan Fidusia, maka pemberian jaminan berupa Hipotik atas kapal tersebut harus dibuat di secara otentik di hadapan Pejabat Umum yang berwenang. Namun demikian, bedanya adalah, yang berwenang untuk membuat akta Hipotik Kapal bukanlah Notaris; melainkan Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama Kapal yang berada pada Kantor Pendaftaran dan Pencatatan Baliknama kapal, dimana kapal tersebut terdaftar. Apa peran notaries dalam pembebanan hipotik kapal? Notaris dalam hal ini berwenang untuk membuat akta Surat Kuasa Memasang Hipotik (SKMH) Kapal. Dimana dalam akta SKMH Kapal tersebut yang akan digunakan sebagai dasar untuk pembuatan akta Hipotik Kapal di hadapan Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama kapal pada kantor pelabuhan setempat.

Apakah para pihak dapat langsung hadir di hadapan Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama Kapal tersebut tanpa melalui Notaris? Secara teori seharusnya bisa. Sebagaimana para pihak langsung membuat akta APHT atas tanah (lihat sub bab tentang Hak Tanggungan) di hadapan Camat setempat. Namun pada prakteknya hal tersebut hampir tidak pernah dilakukan.

Satu hal lagi yang menarik dari pembebanan hipotik ini adalah: bahwa pemberian hipotik tersebut tidak boleh dibuat berdasarkan suatu perjanjian pembebanan yang dibuat di luar negeri, apabila kapal tersebut secara hukum terdaftar di Indonesia; kecuali ada traktat atau konvensi Internasional yang memperbolehkan mengenai hal tersebut (pasal 1173 KUH Perdata). Oleh karena itu, walaupun kreditur dan debitur berada di luar negeri, hendak membebankan hipotik atas kapal di Indonesia, maka perjanjian tentang pembebanan hipotik tersebut harus dibuat di Indonesia.

5. Menjamin tagihan hutang (pasal 1176 KUHPerdata)

Dalam pemberian Hipotik pada kapal, harus ada hutang yang dijamin dengan pembebanan hipotik tersebut. Oleh karenanya, biasanya dalam akta hipotik, selain mencantumkan mengenai identitas kapal yang dijaminkan, juga mencantumkan data mengenai berapa besar hutang yang dijamin dan berapa nilai penjaminan dari Kapal dimaksud. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum pada saat dilaksanakannya eksekusi atas kapal dimaksud.

Perbedaan gadai dan hipotik :
1. Gadai harus disertai dengan pernyataan kekuasaan atas barang yang digadaikan, sedangkan hipotik tidak.
2 Gadai hapus jika barang yang digadaikan berpindah tangan ke orang lain, sedangkan hipotik tidak, tetapi teap mengikuti bendanya walaupun bendanya dipindahtangankan ke orang lain.
3. Satu barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak dilarang, tetapi beberapa hipotik yang bersama-sama dibebankan diatas satu benda adalah sudah merupakan keadaan biasa.
4. Adanya gadai dapat dibuktikan dengan segala macam pembuktian yang dapat dipakai untuk membuktikan perjanjian pokok sedangkan adanya perjanjian hipotik dibuktikan dengan akta otentik.
SUMBER:
sumber: http://nicafebrina.blogspot.com/2010/01/pengertian-tentang-gadai-hipotik.html?m=1
sumber: https://padmimonang.wordpress.com/2012/10/29/fidusia-gadai-hipotik/#more-691
sumber:  http://irmadevita.com/2011/hipotik-kapal/