Oleh : Artha Diana Putri
Sumber: hukum jaminan perbankan hal 36-71 (buku rekomenmdasi kelas
Pak Surajiman)
HAK TANGGUNGAN
Pengertian Hak
Tanggungan
Hak tanggungan adalah bentuk hak
jaminan atas tanah berikut benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah tersebut.
Hak tanggungan ini memberikan hak
preference kepada kreditor tersebut, artinya kreditur ini mempunyai keutamaan
untuk mengeksekusi jaminan dimaksud terlebih dahulu daripada kreditor lainnya,
jika suatu saat debitor wanprestasi.
Hak Tanggungan Hanya Dapat dibebankan
Pada Tanah-tanah Hak Primer:
·
Hak
Milik
·
Hak
Guna Bangunan
·
Hak
Guna Usaha
·
Hak
Pakai yang punya nilai ekonomis, dan
·
Hak
milik atas satuan rumah susun
Ciri dan Sifat Hak Tanggungan
Sebagai jaminan pemenuhan kewajiban
debitur kepada Bank, hak tanggungan punya cirri dan sifat khusus.
1.
Hak tanggungan bersifat memberikan Hak Preference (doit de
preference) atau kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu daripada
kreditur lainnya.
2.
Hak Tanggungan mengikuti tempat benda berada (drait de suit)
3.
Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, kecuali telah diperjanjikan
sebelumnya.
4.
Hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial
5.
Hak Tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publitas
RAMBU-RAMBU YANG HARUS DIPERHATIKAN
OLEH PARA PRAKTISI HUKUM
1.
Jangka
berlakunya Akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan Akta Pemberian Hak
Tanggungan
2.
Sertifikat
yang jangka waktunya akan berakhir, padahal sertifikat tersebut sedang atau
akan dibebani dengan hak tanggungan
3.
Mekanisme
penjualan tanah dan bangunan yang masih dibebani Hak Tanggungan.
4.
Bagaimana
jika nama dalam sertifikat yang dibebani hak tanggungan meninggal dunia?
5.
Dapatkah
tanah yang sudah berakhir haknya dibebani hak tanggungan?
Cara Mendaftarkan Hak Tanggungan
Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan
pada kantor pertanahan setempat, tempat letak tanah yang tercantum dalam
sertifikat tanah dimaksud. Adapun pendaftaran dilakukan dengan cara
melampirkan:
1.
Sertifikat
asli yang akan dibebani Hak Tanggungan
2.
Salinan
berkas (fotocopy) identitas pemberian hak tanggungan dan penerima kuasa
3.
Salinan
berkas fotocopy perjanjian kredit atau perjanjian lainnya yang dijadikan dasar
untuk Pemberian Hak Tanggungan
4.
Surat
kuasa asli intuk mendaftarkan hak tangan
5.
Untuk
pendaftaran Hak Tanggungan di Wilayah DKI Jakarta, surat kuasa untuk p[endaftaran
Hak Tanggungan ini diminta untuk dilegalisasi atau warmeking oleh notaries yang
melaksanakan pendaftaran hak tanggungan.
6.
Bukti
pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) untuk pendaftaran Hak
Tanggungan, besarnya ditetapkan berdasarkan rentang nilai pertatanggungannya,
sebagaimana dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010
Eksekusi Hak Tanggungan
1.
Secara
sukarela melalui penjualan dibawah tangan
Yang dimaksud dengan penjualan
dibawah tangan adalah penjualan atas tanah yang dijadikan sebagai jaminan dan
dibebani dengan hak tanggungan oleh kreditor sendiri secara langsung kepada
orang atau pihak lain yang berminat.tetapi dibantu juga oleh pemilik tanah dan
bangunan dimaksud.
2.
Penjualan
jaminan melalui proses Lelang
1)
Lelang
Terbuka
Lelang yang dilaksanakan dengan cara: penawaran langsung oleh
peserta lelang dengan sistem harga naik-naik.
2)
Lelang
tertutup
Lelang
yang dilaksanakan dengan cara penawaran para peserta lelang dimasukan kedalam
amplop tertutup dan dan diserahkan langsung kepada juru lelang pada saat lelang
berlangsung.
HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN
Hak tanggungan
yang membebani tanah dan/atau bangunan dapat hapus sebagaimana diatur dalam
pasal 18 UUHT, apabila hal-hal sebagai berikut:
v Utang yang dijamin sudah lunas
v Hak tanggungan tersebut dilepaskan secara sukarela oleh pemegangnya
v Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan Penghapusan penetapan
peringkat yang telah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negri
v Hapusnya Hak atas tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan.
Sumber: Hukum Jaminan Perbankan
(Rekomendasi buku kelas Pak Surajiman)
Ciri-ciri dan Sifat Hak
Tanggungan
Dalam Penjelasan Umum
Undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 dikemukakan bahwa sebagai lembaga
hak jaminan atas tanah yang kuat, Hak Tanggungan harus mengandung ciri-ciri:
a. Droit de preferent, artinya
memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (Pasal
1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1).
Dalam hal ini pemegang Hak
Tanggungan sebagai kreditur memperoleh hak didahulukan dari kreditur lainnya
untuk memperoleh pembayaran piutangnya dari hasil penjualan (pencairan) objek
jaminan kredit yang diikat dengan Hak Tanggungan tersebut. Kedudukan kreditur
yang mempunyai hak didahulukan dari kreditur lain (kreditur preferen) akan
sangat menguntungkan kepada pihak yang bersangkutan dalam memperoleh pembayaran
kembali (pelunasan) pinjaman uang yang diberikannya kepada debitur yang ingkar
janji (wanprestasi).
b. Droit de suite, artinya selalu
mengikuti jaminan hutang dalam tangan siapapun objek tersebut berada (Pasal 7).
Dalam Pasal 7 UUHT disebutkan
bahwa Hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek itu
berada. Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang
Hak Tanggungan. Meskipun objek dari Hak Tanggungan sudah berpindah tangan dan
menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya melalui
eksekusi, jika debitur cidera janji.
c. Memenuhi asas spesialitas dan
publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan hal tersebut maka
sahnya pembebanan Hak Tanggungan disyaratkan wajib disebutkan dengan jelas
piutang mana dan berapa jumlahnya yang dijamin serta benda-benda mana yang
dijadikan jaminan (syarat spesialitas), dan wajib didaftarkan di Kantor
Pertanahan sehingga terbuka untuk umum (syarat publisitas).
d. Mudah dan pasti pelaksanaan
eksekusinya
Salah satu ciri Hak Tanggungan
yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya jika debitur
cidera janji. Meskipun secara umum ketentuan mengenai eksekusi telah diatur
dalam hukum acara perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara
khusus mengenai eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu yang mengatur
mengenai lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR dan
Pasal 258 Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura.
M. Bahsan , Op.Cit, hal.23-25
Hak Tanggungan memiliki sifat
tidak dapat dibagi-bagi kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT), seperti ditetapkan dalam Pasal 2 UUHT. Dengan sifatnya yang
tidak dapat dibagi-bagi, maka Hak Tanggungan akan membebani secara utuh objek
Hak tanggungan. Hal ini mengandung arti bahwa apabila hutang (kredit) yang
dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan baru dilunasi sebagian, maka Hak
Tanggungan tetap membebani seluruh objek Hak Tanggungan.
Subekti, Op.Cit, hal. 41
Klausula “kecuali jika
diperjanjikan dalam APHT” dalam Pasal 2 UUHT, dicantumkan dengan maksud untuk
menampung kebutuhan perkembangan dunia perbankan, khususnya kegiatan
perkreditan. Dengan menggunakan klausula tersebut, sifat tidak dapat
dibagi-bagi dari Hak Tanggungan dapat disimpangi, yaitu dengan memperjanjikan
bahwa apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, maka
pelunasan kredit yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran. Besarnya
angsuran sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian
dari objek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut.
Dengan demikian setelah suatu angsuran dibayarkan, Hak Tanggungan hanya akan
membebani sisa objek Hak tanggungan untuk menjamin sisa kredit yang belum
dilunasi (Penjelasan Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) UUHT).
Sifat lain dari Hak Tanggungan
adalah Hak tanggungan merupakan accecoir dari perjanjian pokok, artinya bahwa
perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri,
tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain yang disebut dengan
perjanjian pokok. Perjanjian pokok bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah
perjanjian hutang piutang yang menimbulkan hutang yang dijamin itu.
Sutan Remi Syahdeini, 1996, Hak
Tanggungan: Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah-masalah yang
dihadapi Oleh Pihak Perbankan, suatu Kajian Mengenai UUHT, Airlangga University
Press, Surabaya, hal. 20
Hal ini sesuai dengan ketentuan
yang tertuang dalam butir 8 Penjelasan Umum UUHT yang memberikan penjelasan
bahwa karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikatan atau accecoir
pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian hutang
piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaanya ditentukan oleh
adanya piutang yang dijamin pelunasannya.
sumber:
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt51b477c58d6fd/bolehkah-menjual-tanah-yang-dibebani-hak-tanggungan?
oleh: bang koprol
Bolehkah Menjual Tanah yang
Dibebani Hak Tanggungan?
ujangg
Kategori:Pertanahan &
Perumahan
Apakah tanah yang dibebani hak
tanggungan boleh dijual?
Jawaban:
http://images.hukumonline.com/frontend/lt506aec66ed27e/lt544de23e52906.jpg
Letezia Tobing, S.H.
Kami kurang mendapat informasi
yang jelas dari pertanyaan Anda. Kami berasumsi maksud pertanyaan Anda adalah
apakah tanah yang dibebani dengan hak tanggungan boleh dijual oleh si pemilik
tanah (pemberi hak tanggungan).
Pada dasarnya, hak tanggungan
merupakan hak kebendaan, yang mana salah satu ciri hak kebendaan adalah hak
tersebut mengikuti bendanya di tangan siapa pun benda tersebut berada (droit de
suite). Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan
Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”), yang berbunyi:
“Hak Tanggungan tetap mengikuti
obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada.”
Dalam Penjelasan Pasal 7 UU Hak
Tanggungan dikatakan bahwa sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi
kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Walaupun obyek Hak Tanggungan sudah
berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor masih tetap dapat
menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitor cidera janji.
Ini berarti pada dasarnya tidak
menjadi masalah jika hak tanggungan tersebut dijual oleh si pemberi hak tanggungan
(pemilik tanah) kepada orang lain, karena hak tanggungan tersebut tetap melekat
pada tanah yang dijaminkan (dengan asumsi bahwa hak tanggungan tersebut telah
didaftarkan ke Kantor Pertanahan sehingga hak tanggungan tersebut telah lahir).
Akan tetapi, pada praktiknya
penerima hak tanggungan seringkali memperjanjikan bahwa pemberi hak tanggungan
tidak akan mengalihkan objek hak tanggungan, serta diperjanjikan pula bahwa
sertifikat tanah yang dijaminkan akan dipegang oleh penerima hak tanggungan.
Janji bahwa pemberi hak
tanggungan tidak akan mengalihkan objek hak tanggungan dapat dilihat dalam
Pasal 11 ayat (2) huruf g UU Hak Tanggungan. J. Satrio dalam bukunya berjudul
Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan (Buku 2) (hal. 103),
sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa dengan dimuatnya klausula tersebut,
pemberi hak tanggungan terikat untuk tidak melakukan tindakan atau mengambil
sikap yang bisa mengakibatkan beralihnya pemilikan objek hak tanggungan kepada
pihak lain tana persetujuan pemegang hak tanggungan.
Sedangkan, janji bahwa penerima
hak tanggungan akan memegang sertifikat tanah (Pasal 11 ayat [2] huruf k jo.
Pasal 14 ayat [4] UU Hak Tanggungan) akan berakibat bahwa pemberi hak
tanggungan (pemilik tanah) tidak dapat menjual tanah yang dijaminkan. Ini
karena untuk melakukan jual beli tanah dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah
("PPAT"), PPAT akan meminta sertifikat asli atas tanah tersebut
(Pasal 39 ayat [1] Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah).
Jadi, pada dasarnya pemberi hak
tanggungan (pemilik tanah) tetap dapat menjual objek hak tanggungan. Akan
tetapi, harus dilihat terlebih dahulu hal-hal apa saja yang diperjanjikan dalam
Akta Hak Tanggungan. Selain itu, pada umumnya karena hak tanggungan tetap
mengikuti objek hak tanggungan di tangan siapapun tanah tersebut berada, maka
jarang ada pembeli yang ingin membeli tanah yang dijaminkan dengan hak
tanggungan, kecuali dalam jual beli tersebut diperjanjikan hal-hal guna
melindungi kepentingan pembeli.
Demikian jawaban dari kami,
semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;
2. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah.
Referensi:
J. Satrio. 1998. Hukum Jaminan,
Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 2. PT Citra Aditya Bakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar